![]() |
Pemandangan kumuh tersebut memicu keluhan dari para pedagang dan pengunjung. Tumpukan sampah yang berserakan menimbulkan bau menyengat dan berpotensi menimbulkan penyakit, sementara para pedagang mengaku tetap dibebani berbagai pungutan setiap hari, mulai dari iuran kebersihan, retribusi kios, hingga parkir kendaraan di area pasar.
“Setiap hari kami bayar kebersihan, tapi sampah di depan pasar dibiarkan menumpuk seperti gunung. Ini memalukan, pasar baru tapi kotor,” ujar salah satu pedagang sayur yang enggan disebutkan namanya, dengan nada kecewa.
Situasi tersebut menimbulkan pertanyaan publik: ke mana larinya dana pengelolaan pasar, khususnya yang bersumber dari pungutan kebersihan dan parkir? Jika retribusi sudah berjalan, seharusnya kebersihan menjadi prioritas utama. Namun faktanya, sampah di kawasan pasar terus menumpuk tanpa ada penanganan berarti.
Masalah ini semakin pelik setelah diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Serang belum memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dapat menampung sampah dari wilayah Kecamatan Baros. Sebelumnya, kerja sama dengan TPA Bangkonol di Kabupaten Pandeglang sudah tidak bisa dilanjutkan. Sementara TPA di wilayah lain seperti Cilegon dan Gunung Sari (Kota Serang) juga belum bisa menerima sampah dari Kabupaten Serang.
Kondisi ini diakui oleh Saprudin, perwakilan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Serang.
“Pihak Kecamatan Baros memang bertugas mengangkut sampah dari TPS pasar ke TPA. Namun, TPA di Pandeglang, Cilegon, dan Gunung Sari Kota Serang belum bisa menampung sampah dari Kabupaten Serang,” jelas Saprudin saat dikonfirmasi.
“UPT Pasar Baros hanya bertugas mengelola iuran kebersihan dari pedagang, mengumpulkannya ke TPS pasar (kontainer), dan menyiapkan biaya angkutan. Tapi untuk pembuangan akhir, itu bukan wewenang kami,” lanjutnya.
Sementara itu, Bu Ati dari pihak Kecamatan Baros mengaku pihaknya tengah berupaya mencari solusi jangka pendek untuk penanganan sampah tersebut. Namun hingga kini, belum ada tempat pembuangan khusus yang bisa digunakan untuk wilayah Kecamatan Baros.
“Kami sedang berupaya mencari TPA, tapi sampai saat ini belum ada tempat yang bisa menampung. Jangankan untuk beli lahan, mau buang sampah saja tidak ada anggarannya,” ungkap Bu Ati saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Selasa (21/10/2025).
Warga dan pedagang berharap agar pemerintah daerah segera turun tangan mencari solusi konkret. Jika dibiarkan berlarut, kondisi ini tidak hanya merusak keindahan dan kenyamanan pasar, tetapi juga bisa menurunkan aktivitas ekonomi para pedagang.
Pasar Baros yang awalnya menjadi simbol kemajuan ekonomi rakyat kini terancam berubah menjadi simbol ketidakpedulian dan lemahnya pengelolaan lingkungan. Pemerintah daerah diharapkan segera membuka transparansi pengelolaan dana retribusi pasar dan mencari solusi nyata terkait pengelolaan sampah.
Tanpa langkah cepat dan tegas, megahnya bangunan pasar hanya akan menjadi ironi di tengah tumpukan sampah yang mencoreng wajah Kabupaten Serang.
(SIJI)
0 Komentar