![]() |
Forum Aktivis Serang Selatan menilai, kasus ini bukan sekadar persoalan teknis atau “oknum semata”, melainkan bukti nyata rapuhnya sistem pengawasan dana desa, mulai dari internal pemerintah desa hingga aparat pengawas di tingkat kecamatan.
“Tidak ada alasan lagi, kepala desa harus ikut bertanggung jawab penuh atas raibnya dana desa ini. Karena bagaimanapun, kepala desa adalah penanggung jawab tertinggi dalam pengelolaan keuangan desa,” tegas Oman Sumantri, SP, perwakilan Forum Aktivis Serang Selatan, Kamis (02/10/2025).
Menurutnya, dana desa bukan sekadar angka dalam APBDes, melainkan hak masyarakat yang dipungut dari keringat rakyat melalui pajak negara. Hilangnya dana desa berarti hilangnya hak masyarakat atas pembangunan yang seharusnya mereka nikmati.
“Kasus ini jelas menunjukkan lemahnya moralitas dan kredibilitas pengelola dana desa. Kalau dana desa saja bisa ‘raib’ tanpa bekas, apa gunanya mekanisme pengawasan yang tertulis jelas dalam regulasi? Kepala desa jangan sembunyi di balik kata ‘oknum bendahara’, karena jelas ini kelalaian struktural,” ujar Oman dengan nada tegas.
Padahal, dalam Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 pasal 8, mekanisme pengawasan dana desa diatur secara rinci mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga tindak lanjut hasil pengawasan. Namun kenyataannya, kasus seperti di Desa Petir terus berulang di berbagai daerah.
Forum Aktivis menilai, praktik “pengawasan amplop” yang masih terjadi membuat fungsi kontrol menjadi lumpuh. Pendamping desa yang seharusnya menjadi benteng, justru sering tidak menunjukkan peran nyata dalam mencegah kebocoran anggaran.
“Ini bukan lagi masalah teknis, tapi masalah mental. Kalau pengawasan hanya formalitas dan bisa dibungkam dengan amplop, maka kasus-kasus seperti ini akan terus terjadi,” tambah Oman.
Forum Aktivis Serang Selatan mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus raibnya dana desa Petir. Siapapun yang terlibat, baik bendahara, kepala desa, BPD, maupun pengawas di tingkat kecamatan, harus diproses hukum tanpa pandang bulu.
“Dana desa yang hilang harus kembali ke masyarakat. Jangan ada kompromi. Kalau kepala desa ikut lalai, maka kepala desa harus ikut diseret. Cukup sudah masyarakat menjadi korban permainan kotor elit desa,” tegas Oman.
Selain aparat hukum, Forum Aktivis juga mendorong masyarakat untuk berani mengawasi pengelolaan dana desa. Sesuai amanah Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 yang telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, masyarakat memiliki hak untuk terlibat aktif dalam pengawasan dana desa.
“Kalau masyarakat diam, maka praktek busuk ini akan terus berulang. Sudah saatnya warga turun tangan, melaporkan setiap penyimpangan yang terjadi, agar dana desa benar-benar kembali ke tujuan utamanya: kesejahteraan masyarakat,” pungkas Oman.
Tim, Suara Independen Jurnalis Indonesia (SIJI)
0 Komentar